Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) - Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi tenaga pendidik (guru dan dosen) untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas atau di ruang kuliah.

Dengan melaksanakan tahapan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru dan dosen dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswanya.

Jadi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru atau dosen di lapangan. Dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru dan dosen mempunyai peran ganda praktisi dan peneliti.

Ada empat jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu: (1) PTK diagnostik; (2) PTK partisipan; (3) PTK empiris dan; (4) PTK eksperimental. Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai jenis-jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Diagnostik

Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contoh, apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran atau konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.

Peneliti mengamati dan menganalisis secara cermat, melalui interaksi dengan siswa-siswa di suatu sekolah/kelas, mencari sumber masalah yang ada dan sebagainya. Kemudian menganalisis semua data dan memberikan rekomendasi menganalisis penyelesaian perselisihan tersebut.

2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pastisipan

Suatu penelitian sebagai partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian, peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantai, mencatata dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya.

PTK di sini, peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.

3. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Empiris

Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipna proses penelitinya berkenaan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.

4. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Eksperimental

Jenis eksperimental memiliki nilai potensial terbesar dalam kemajuan pengetahuan ilmiah. Yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar.

Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional.  Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.

(Referensi: Penelitian Tindakan Kelas, Dr. Iskandar, M. Pd.)

Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) - Menurut Richart Winter ada enam karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu kritik reflektif, kritik dialektis, kolaboratis, risiko, susunan jamak dan internalisasi teori dan praktik.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tersebut:

Karakterisitik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Kritik Refleksi

Salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.

2. Kritik Dialektis

Dengan adanya kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas dan ;(b) struktur yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.

3. Kolaboratif

Di dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya.

Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara pada anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung. Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandangan yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul.

Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dati kolaborator dipergunakan atau tidak.

Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam Penelitian Tindakan kelas (PTK) ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksanaan dan berhasil tidaknya penelitian.

4. Risiko

Dengan adanya ciri risiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil risiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Risiko yang mungkin ada di antaranya: melesetnya hipotesis dan adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari pra kolaboratir dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.

5. Susunan jamak

Pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal penelitinya. Akan tetapi, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, pasrtisipatif atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai dan sebagainya.

6. Interalisasi Teori dan Praktik

Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) keberadaan antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung dan keduanya berfungsi untuk mendukung transformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvensional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.

(Referensi: Penelitian Tindakan Kelas, Dr. Iskandar, M. Pd.)

Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) - Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lain sebagainya.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dilakukan di dalam bidang pengembangan organisasi, manajemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan, penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro atau pun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata pelajaran atau mata kuliah.

Untuk lebih detailnya berikut ini akan dikemukakan hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut beberapa pakar:

Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional.

Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang menegaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.

Menurut Carr dan Kemmis, bahwa yang dimaksud dengan istilah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru dan siswa) untuk memperbaiki rasionalitas yang berhubungan dengan: (1) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri; (2) pengertian mengenai praktik-praktik ini dan; (3) situasi-situasi tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan.

Lebih jauh, dijelaskan oleh Harjodipuro, bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk mengubahnya.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bukan sekadar mengajar, tetapi mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevaluasi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai guru/pengajar diharapkan cukup profesional. Untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran, keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.

(Referensi: Penelitian Tindakan Kelas, Dr. Iskandar, M. Pd.)

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) - Penelitian tindakan kelas (PTK) sudah dikenal lama dalam dunia pendidikan. Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam dunia pendidikan dapat dilaksanakan oleh guru atau dosen dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan keterampilan profesional sebagai pendidik. Guru atau dosen bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran di kelas secara ilmiah (rasional, sistematis dan empiris). Kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) dapat menjadikan guru atau dosen yang kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran di kelas, yang orientasinya meningkatkan mutu atau kualitas proses dan hasil pembelajaran. Oleh karena itu, kemampuan guru atau dosen untuk meneliti kegiatan pembelajaran di kelas, dapat meningkatkan profesinya sebagai pendidik.

Berikut  merupakan pengertian penelitian tindakan kelas (PTK):

Pengertian penelitian tindakan kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru dan dosen di kelas (sekolah dan perguruan tinggi tempat ia mengajar yang bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pembelajaran di kelas.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu kegiatan ilmiah yang terdiri dari penelitian + tindakan + kelas.

  1. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti
  2. Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan
  3. Kelas merupakan sekelompok peserta didik yang sama dan menerima pelajaran yang sama dari seorang guru

Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.

Hopkins (1993) mengartikan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dan ilmu pendidikan dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.

Hopkins menjelaskan penelitian tindakan kelas (PTK) adalah kajian yang sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dalam melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

Kunandar (2008), penelitian tindakan (action research) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki/meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya.

Berbagai pengertian dari para pakar, dapat penulis ringkaskan bahwa, penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis dan empiris reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru atau dosen (tenaga pendidik), kolaborasi (tim peneliti) yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Sementara itu, dilaksanakannya penelitian tindakan kelas (PTK) di antaranya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh guru dan dosen/pengaja-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal dalam proses pembelajaran di kelas.

(Referensi: Penelitian Tindakan Kelas, Dr. Iskandar, M. Pd.)

Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS Di Indonesia (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS Di Indonesia
Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS Di Indonesia - Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya Kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan situasi politik masa itu. Misalnya, Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia.

Pada tahun 1968, terjadi perubahan pengelompokan mata pelajaran sebagai akibat perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran di sekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum 1964 berubahn menjadi Pendidikan Kewarganegaraan Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewarganegaraan.

Pada tahun 1975, lahirlah Kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam Kurikulm 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.

Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud Nugroho Notosusanto (alm). Mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS/Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (Kurikulum Yang Disempurnakan (KYD), 1975 baru terwujud pada tahun 1984. Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975.

Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integratif dan struktural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integratif (integrated approach).

Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini.

Adanya pemisahan bahan kajian pokok ini menimbulkan pemisahan tujuan yang ingin dicapai. Dalam bidang pengetahuan sosial, tujuang yang ingin dicapai adalah agar para siswa SD mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara bidang kajian sejarah bertujuan agar para siswa SD mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu higga masa kini sehingga para siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.

Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam Kurikulum IPS SD 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian.  Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Maksudnya bahwa pembelajaran di kelas hendaknya melibatkan siswa, baik secara fisik, mental (pemikiran dan perasaan) dan sosial sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Lebih lanjut ditegaskan pula bahwa metode, penilaian dan sarana yang digunakan dalam KBM dapat ditentukan oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar terhadap guru. Kurikulum ini memberikan kesempatan yang luas bafi guru untuk berkreasi, khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas IPS seoptimal mungkin. Dalam menentukan kurikulum menuntut adanya profesionalisme guru yang lebih mandiri. Pertanyaannya adalah sudah siapkah guru menjawab tantangan kemandirian dalam mengelola KBM IPS di kelas?

Memasuki abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia.

Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebbut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan pandukan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Lebih jauh, Indonesia saat ini telah menerapkan Kurikulum 2013 (K13). Namun, penerapan ini belum merata alias ada sejumlah sekolah yang masih menggunakan kurikulum sebelumnya, yakni KTSP.

(Referensi: Pendidikan IPS, Dr. Sapriya, M. Ed.)

Pembaharuan Social Studies Di Amerika Serikat (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Pembaharuan Social Studies Di Amerika Serikat
Pembaharuan Social Studies Di Amerika Serikat - Adanya pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat saat ini telah menyadarkan para pendidik dan masyarakat umum tentang banyaknya kelemahan dalam program pembelajaran social studies. Banyak program pembaruan telah didukung oleh Dewan Nasional Social Studies (National Council for the Social Studies – NCSS) dan kelompok profesional lainnya yang berpengaruh. Namun beberapa upaya mulia ini menjadi terpecah-pecah dan sering kali mempersempit lapangan social studies karena tekanannya pada pembelajaran disiplin ilmu yang terpisah-pisah (sejarah, geografi, kewarganegaraan) tanpa mengkaji hubungan dengan kurikulum secara menyeluruh.

Memerhatikan kurangnya hubungan yang menyeluruh ini menyebabkan badan-badan pemerintah Asosiasi Kesejahteraan Amerika (AHA) dan NCSS memanggil Komisi Nasional untuk memberikan pemikiran tentang cara-cara meningkatkan kualitas pembelajaran mata pelajaran social studies. Dua organisasi dan organisasi lainnya mendirikan Komisi Nasional Social Studies di sekolah-sekolah.

Komisi ini mengkaji muatan isi dan efektivitas pembelajaran social studies, menentukan tujuan untuk kurikulum social studies dan menyusun beberapa prioritasnya. Pada tahun 1989, Komisi Tenaga Pelaksana Kurikulum menyebarkan temuan-temuannya terhadap masyarakat pendidikan dan masyarakat umum. Pandangannya tentang program social studies abad XXI yang komprehensif di antaranya sebagai berikut:

  1. Kurikulum social studies yang lengkap memberikan pengalaman belajar yang konsisten dan bersifat kumulatif sejak taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah menengah. Pada setiap jenjang pendidikan para siswa harus menjadikan pengetahuan dan keterampilannya yang telah dipelajari sebagai andalan dan harus pula mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya.
  2. Social studies memberikan hubungan yang jelas antara humanitis dan disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Integrasi dari ilmu-ilmu lainnya harus ditingkatkan, bila mungkin untuk membantu para siswa memahami saling keterkaitan di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan.
  3. Materi pelajaran social studies jangan hanya dijadikan sebagai pengetahuan yang harus diterima dan diingat saja, tetapi juga sebagai bahan yang bisa dikaji dan diperdebatkan melalui pertanyaan-pertanyaan (inquiries). Misalnya, para siswa harus sampai menyadari bahwa peristiwa-peristiwa saat ini terjadi karena adanya perbuatan orang-orang masa dahulu.
  4. Membaca, menulis, mengamati, berdebat, bermain peran dalam pengadilan tidak sungguhan atau bermain simulasi, bekerja dengan menggunakan data statistik dan menggunakan kemampuan berpikir kritis harus menjadi bagian integral di dalam pembelajaran social studies. Strategi pembelajaran harus membantu para siswa menjadi peserta didik yang independen dan kooperatif yang mampu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, bernegoisasi dan dapat menyelesaikan konflik.

Dari beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Social Studies Amerika Serikat ini terdapat dua isi pokok yakni tentang perumusan bahan pembelajaran dan strategi pembelajaran untuk social studies. Komisi ini mengusulkan agar bahan pembelajaran diorganisasikan secara terpadu (integrated), ukan hanya antardisiplin ilmu-ilmu sosial melainkan juga antardisiplin ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis.

Sementara strategi pembelajaran yang diusulkan antara lain strategi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Strategi yang dituntut oleh komisi ini tampaknya cenderung mengarah kepada perlunya pengembangan strategi pembelajaran atau pendekatan inkuiri karena pendekatan ini memiliki karakteristik tentang kemampuan-kemampuan belajar di atas.

(Referensi: Pendidikan IPS, Dr.Sapriya, M. Ed.)

Landasan Pendidikan IPS (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Landasan Pendidikan IPS
Landasan Pendidikan IPS - Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu seyogianya memiliki landasan dalam pengembangan, baik sebagai mata pelajaran maupun pendidikan disiplin ilmu. Landasan ini diharapkan akan dapat memberikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang pengembangan struktur, metodologi dan pemanfaatan Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu.

Landasan Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu meliputi:

Landasan Pendidikan IPS

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan untuk menentukan apa obyek kajian atau domain apa saja yang menjadi kajian pokok dan dimensi pengembangan Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu (aspek ontologis); bagaimana cara, proses atau metode membangun dan mengembangkan Pendidikan IPS hingga menentukan pengetahuan manakah yang dianggap benar, sah, valid atau terpercaya (aspek epistomologis); apa tujuan Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu ini dibangun dan dikembangkan serta digunakan atau apakah manfaat dari Pendidikan IPS ini (aspek aksiologis).

Keberadaan landasan-landasan ini telah dan akan memperkokoh body of knowledge Pendidikan IPS untuk eksis dan berkembang lebih luas lagi.

2. Landasan Ideologis

Landasan ideologis dimaksudkan sebagai sistem gagasan mendasar untuk memberi pertimbangan dan menjawab pertanyaan: (1) bagaimana keterkaitan antara das sein Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan das sollen Pendidikan IPS dan (2) bagaimana keterkaitan antara teori-teori pendidikan dengan hakikat dan praksis etika, moral, politik dan norma-norma perilaku dalam membangun dan mengembangkan Pendidikan IPS. Menurut O’Neil, ideologi sebagai landasan ini telah dan akan memberikan sistem gagasan yang bersifat ideologis terhadap Pendidikan IPS yang tidak cukup diatasi hanya oleh filsafat yang bersifat umum.

3. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita, kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi serta pola kehidupan masa depan melalui interaksi sosial yang akan membangun teori-teori atau prinsip-prinsip Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu. Landasan ini akan dan telah memberikan dasar-dasar sosiologis terhadap pranata dan institusi pendidikan dalam proses perubahan sosial yang konstruktif.

4. Landasan Antropologis

Landasan antropologis memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar dalam menentukan pola, sistem dan struktur pendidikan disiplin ilmu sehingga relevan dengan pola, sistem dan struktur kebudayaan bahkan pola, sistem dan struktur perilaku manusia yang kompleks. Landasan ini telah dan akan memberikan dasar-dasar sosial-kultural masyarakat terhadap struktur Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dalam proses perubahan sosial yang konstruktif.

5. Landasan Kemanusiaan

Landasan kemanusiaan memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan. Landasan ini sangat penting karena pada dasarnya proses pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.

6. Landasan Politis

Landasan politis memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan arah dan garis kebijakan dalam politik pendidikan dari Pendidikan IPS. Peran dan keterlibatan pihak pemerintah dalam landasan ini sangat besar sehingga pendidikan tidak mungkin steril dari campur tangan unsur birokrasi.

7. Landasan psikologis

Landasan psikologis memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan cara-cara Pendidikan IPS membangun struktur tubuh disiplin pengetahuannya, baik dalam tataran personal maupun komunal berdasarkan entitas-entitas psikologisnya. Hal ini sejalan dengan hakikat dari struktur yang dapat dipelajari, dialami, didiversifikasi, diklasifikasi oleh anggota komunitas Pendidikan IPS berdasarkan kapasitas psikologis dan pengalamannya.

(Referensi: Pendidikan IPS, Dr.Sapriya, M. Ed.)

Pengertian Pendidikan IPS (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Pengertian Pendidikan IPS
Pengertian Pendidikan IPS - Pendidikan IPS di Indonesia tidak dipisahkan dari dokumen Kurikulum 1975 yang memuat IPS sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Gagasan IPS di Indonesia pun banyak mengadopsi dan mengadaptasi dari sejumlah pemikiran perkembangan Social Studies yang terjadi di luar negeri terutama perkembangan pada NCSS sebagai organisasi profesional yang cukup besar pengaruhnya dalam memajukan Social Studies, bahkan sudah mampu memengaruhi pemerintah dalam menentukan kebijakan kurikulum persekolahan.

Pengertian Pendidikan IPS di Indonesia sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara pada umumnya masih dipersepsikan secara beragam. Namun, definisi yang sudah lama dirumuskan sebagai hasil adopsi dan adaptasi dari gagasan global reformers adalah definisi dari Prof. Nu’man Somantri yang dikemukakan dalam Forum Komunikasi II Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia, disingkat HISPIPSI (sekarang berubah menjadi Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, disingkat HISPISI). Somantri mendefinisikan pendidikan IPS dalam dua jenis, yakni Pendidikan IPS untuk persekolahan dan Pendidikan IPS untuk perguruan tinggi sebagai berikut:

Pengertian Pendidikan IPS

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Pengertian Pendidikan IPS yang pertama berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah sedangkan yang kedua berlaku untuk perguruan tinggi. Perbedaan dari dua definisi ini terletak pada istilah ‘penyederhanaan’ untuk pendidikan dasar dan menengah sedangkan untuk perguruan tinggi ada istilah ‘seleksi’. Menurut Somantri, istilah penyederhanaan digunakan pada Pendidikan IPS pada pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat peserta didik sedangkan tingkat kesukaran untuk perguruan tinggi adalah sama dengan dtingkat kesukaran perguruan tinggi.

Adanya pembedaan definisi Pendidikan IPS di Indonesia ini berimplikasi bahwa Pendidikan IPS dapat dibedakan atas dua, yakni Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran dan Pendidikan IPS sebagai kajian akademik. Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran terdapat dalam kurikulum sekolah mulai tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/SMK). Pendidikan IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39.

Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Pendidikan IPS sebagai kajian akademik disebut juga IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu adalah Pendidikan IPS sebagai seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis dan sosial-kultural untuk tujuan pendidikan. Artinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis dan sosial-kultural untuk kepentingan pendidikan.

Untuk memahami masalah Pendidikan IPS, seseorang hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial yang meliputi struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok, metode yang digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, di samping pemahamannya tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologi serta permasalahan sosial.

Lebih jauh, calon guru IPS hendaknya punya pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu sosial yang meliputi struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok, metode yang digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, di samping pemahamannya tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologis serta karakter peserta didik.

(Referensi: Pendidikan IPS, Dr. Sapriya, M. Ed.)

Kelebihan Dan Kelemahan Bahan Ajar Cetak (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Kelebihan Dan Kelemahan Bahan Ajar Cetak
Kelebihan Dan Kelemahan Bahan Ajar Cetak - Bahan ajar cetak, seperti bahan ajar yang menggunakan media lain, mempunyai aspek positif yang menyebabkan bahan ajar cetak dipilih dan digunakan dalam proses pembelajaran. Aspek positif ini tidak muncul begitu saja, tetapi perlu ditunjang oleh langkah-langkah terstruktur sehingga aspek positif ini dapat muncul dalam bahan ajar cetak yang kita kembangkan.

Pengetahuan mengenai aspek positif dari bahan ajar cetak ini berguna baik pada saat kita memilih atau mengembangkan bahan ajar cetak tetapi juga bermanfaat pada saat kita melakukan evaluasi terhadap produk bahan ajar cetak. Pada saat melakukan evaluasi, Anda diharapkan cukup jeli melihat kehadiran aspek positif dalam produk yang Anda evaluasi.

Berikut ini aspek positif atau kelebihan bahan ajar cetak:

Kelebihan Bahan Ajar Cetak

1. Dari sudut penggunaan

Media cetak merupakan media yang paling mudah diperoleh dan lebih sederhana dibanding program komputer, dapat dipelajari dan dibaca di mana saja dan kapan saja, tidak perli alat khusus dan mahal untuk memanfaatkannya.

2. Dari sudut pengajaran

Bahan ajar cetak lebih unggul dibanding bahan ajar jenis lain karena bahan ajar cetak merupakan media yang canggih dalam hal mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar tentang fakta dan mampu memahami prinsip-prinsip umum dan abstrak dengan menggunakan argumentasi yang logis.

3. Dari sudut kualitas penyampaian

Bahan ajar cetak dapat memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi musik, gambar dua dimensi serta diagram. Jika biaya bukan merupakan masalah maka media cetak dapat dipresentasikan lengkap dengan ilustrasi yang berwarna.

4. Dari segi ekonomi

Bahan ajar cetak relatif murah untuk diproduksi atau dibeli dan dapat digunakan berulang-ulang. Di samping itu, pengirimannya relatif lebih mudah, efisien, cepat dan ongkosnya relatif lebih murah.

Sekarang kita beranjak pada sisi negatif penggunaan bahan ajar cetak. Seperti juga bahan ajar lainnya, bahan ajar cetak memiliki kelemahan. Kita perlu mengetahui kelemahan-kelemahan ini, karena dengan demikian kita dapat menghindari pengembangnan produk bahan ajar cetak yang memiliki kelemahan ini. Kelemahan bahan ajar cetak antara lain adalah:

Kelemahan Bahan Ajar Cetak


  1. Tidak mampu mempresentasikan gerakan, pemaparan materi bersifat linear, tidak mampu mempresentasikan kejadian secara berurutan
  2. Sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya yang mengalami kesulitan memahami bagian tertentu dari bahan ajar tersebut
  3. Sulit memberikan umpan balik untuk pertanyaan yang diajukan yang memiliki banyak kemungkinan jawaban atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang kompleks dan mendalam
  4. Tidak dapat mengakomodasi siswa dengan kemampuan baca terbatas karena bahan ajar cetak ditulis pada tingkat baca tertentu
  5. Memerlukan pengetahuan prasyarat agar siswa dapat memahami materi yang dijelaskan. Siswa yang tidak memenuhi asumsi pengetahuan prasyarat ini akan mengalami kesulitan dalam memahami
  6. Cenderung digunakan sebagai hafalan. Ada sebagian guru yang menuntut siswanya untuk menghafal data, fakta dan angka. Tuntutan ini akan membatasi penggunaan bahan ajar cetak hanya sebatas alat bantu menghafal
  7. Kadang kala memuat terlalu banyak terminologi dan istilah sehingga dapa menyebabkan beban kognitif yang besar kepada siswa
  8. Presentasi satu arah karena bahan ajar cetak tidak interaktif sehingga cenderung digunakan dengan pasif, tanpa pemahaman yang memadai

(Referensi: Pengembangan Bahan Ajar, Ida Malati Sadjati, M. Ed.)

Jenis-Jenis Bahan Ajar Noncetak (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Jenis-Jenis Bahan Ajar Noncetak
Jenis-Jenis Bahan Ajar Noncetak - Akhir-akhir ini, berbagai jenis-jenis bahan ajar noncetak untuk keperluan program pembelajaran tersedia di pasaran dalam jumlah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Di antara jenis-jenis bahan ajar noncetak ini adalah audio, video dan komputer.

1. Audio

Guru dapat memanfaatkan program audio sebagai salah satu bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran. Yang termasuk kategori program audio adalah semua sistem yang menggunakan sinyal radio secara langsung yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau sekelompok orang. Namun, guru kadang memandang remeh kontribusi suara, musik dan kata-kata yang diucapkan dalam proses pembelajaran. Suara, musik dan kata-kata dapat digunakan untuk pengajaran langsung, terutama untuk pengajaran bahasa. Salah satu contoh program audio misalnya adalah siaran radio.

Siaran radio dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran dan mampu menjangkau jumlah siswa yang banyak dan tersebar. Di samping siaran radio, contoh lain program audio adalah kaset audio. Kaset audio ini lebih menguntungkan dibanding siaran radio, karena dapat direkam dan digunakan siswa kapan dan di mana pun mereka berada. Siswa juga dapat mengontrol pemanfaatan kaset audio ini secara mandiri.

2. Video

Video dan televisi merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan lugas untuk dimanfaatkan dalam program pembelajaran, karena dapat sampai ke hadapan siswa secara langsung. Di samping itu, video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran. Siswa dapat menemukan gambar di bahan ajar cetak dan suara dari program audio, tapi video dapat memberikan gambar bergerak kepada siswa, di samping suara yang menyertainya. Sehingga, siswa merasa seperti berada di suatu tempat yang sama dengan program yang ditayangkan video.

Yang termasuk kategori video adalah segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Contoh program video ini antara lain adalah kaset video dan siaran televisi.

Program video dapat dimanfaatkan dalam program pembelajaran, di antaranya dapat memberikan pengalaman yang tidak terduga kepada siswa dengan cara memperagakan proses sirkulasi darah yang sangat kompleks misalnya, atau dapat melihat dengan nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin dapat dilihat. Program video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan untuk mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu, atau mempresentasikan studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang dapat memicu diskusi siswa.

Manfaat dari program video di antaranya adalah dapat:

  • Menunjukkan cara menggunakan alat atau perkakas
  • Memperagakan keterampilan yang akan dipelajari
  • Menunjukkan tahapan prosedur
  • Menghadirkan penampilan drama atau musik
  • Menganalis perubahan dalam periode waktu tertentu
  • Menyampaikan objek tiga dimensi
  • Memperlihatkan diskusi atau interaksi antardua atau lebih orang
  • Memberikan pengalaman kepada siswa untuk merasakan suatu keadaan tertentu, misalnya keadaan di cockpit pesawat terbang

3. Komputer

Penggunaan komputer untuk program pembelajaran terus meningkat akhir-akhir ini. Pemanfaatan komputer untuk program pembelajaran dapat langsung dioperasikan oleh siswa secara langsung atau terkoneksi dengan komputer lain.

Yang termasuk program komputer untuk pembelajaran adalah berbagai jenis bahan ajar noncetak yang membutuhkan komputer untuk menayangkan sesuatu untuk belajar.

Komputer yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran biasanya berbentuk stand alone atau komputer terminal yang terkait dengan komputer utama. Jaringan kerja komputer dapat memungkinkan siswa untuk akses ke data base dari jarak jauh. Selain itu, memungkinkan mereka juga untuk berkomunikasi dengan pengguna komputer lainnya dengan menggunakan e-mail atau computer conferencing. Informasi dalam bentuk kata-kata, suara, gambar dan animasi, sekarang tersedia untuk siswa dalam bentuk CD-ROM yang dihubungkan dengan personal computer (PC).

(Referensi: Pengembangan Bahan Ajar, Ida Malati Sadjati, M. Ed.)

Jenis Bahan Ajar Cetak (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Jenis Bahan Ajar Cetak
Jenis Bahan Ajar Cetak - Bahan ajar cetak adalah sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi. Saat ini bahan ajar cetak masih menjadi bahan ajar yang sangat baku untuk digunakan secara luas di sekolah-sekolah. Bahan ajar cetak pada umumnya digunakan baik oleh guru maupun siswa, dan saat ini produksi dan perbanyakkannya dapat dilakukan langsung oleh sekolah-sekolah dengan menggunakan mesin cetak, mesin fotokopi, atau pun mesin duplikator. Fasilitas dan sarana untuk mengembangkan bahan ajar cetak saat ini secara praktis tersedia di sekolah-sekolah.

Sebagai bagian dari media pembelajaran, bahan ajar cetak mempunyai kontribusi yang tidak sedikit dalam proses pembelajaran. Hampir sebagian besar proses pembelajaran pada berbagai tingkatan menggunakan bahan ajar cetak sebagai buku utama. Salah satu alasan mengapa bahan ajar cetak masih merupakan media utama dalam paket bahan ajar di sekolah-sekolah, karena sampai saat ini bahan ajar cetak merupakan media yang paling mudah diperoleh dan lebih standar dibandingkan komputer.

Di samping itu, bahan ajar cetak dalam bentuk buku pada umumnya dapat dibaca dan dipelajari di mana saja seperti di sekolah, rumah, dalam bus dan sebagainya. Membaca buku juga dapat dilakukan di mana dan kapan saja kita mau melakukannya, apakah di pagi hari, siang hari, sore hari, malam atau bahkan dini hari, tergantung pada kebiasaan masing-masing orang.

Kelebihan lain dari bahan ajar cetak adalah tidak diperlukannya alat yang khusus dan mahal untuk memanfaatkannya. Dalam hal pengiriman, bahan ajar cetak ini relatif lebih mudah, efisien dan cepat serta ongkosnya relatif lebih murah dibanding ongkos pengiriman jenis media-media lainnya.

Dari sudut pengajaran, bahan ajar cetak lebih unggul dibandingkan bahan ajar jenis lain. Hal ini karena bahan ajar cetak merupakan media yang sangat canggih dalam hal mengembangkan kemampuan siswa untuk mampu belajar tentang fakta dan mampu mengerti prinsip-prinsip umum dan abstrak dengan menggunakan argumentasi yang logis.

Dalam hal kualitas penyampaian, bahan ajar cetak dapat memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi musik, gambar dua dimensi serta diagram. Selain itu, jika biaya tidak menjadi masalah, media cetak juga dapat dipresentasikan dengan dilengkapi ilustrasi yang berwarna. Dari segi penggunaannya, bahan ajar cetak ini bersifat self sufficient. Artinya, untuk menggunakannya tidak diperlukan alat lain, mudah dibawa ke mana-mana karena bentuknya kecil dan ringan, informasi di dalamnya dapat cepat diakses dan mudah dibaca secara sekilas oleh penggunanya.

Di samping memiliki beberapa kelebihan, bahan ajar cetak pun tak luput dari kelemahan atau kekurangan. Kekurangannya antara lain adalah tidak mampu mempresentasikan gerakan, pemaparan materi dalam bahan ajar cetak bersifat linear, tidak mampu mempresentasikan kejadian secara berurutan, diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk membuat bahan ajar cetak yang bagus dan membutuhkan kemampuan baca yang tinggi dari pembacanya. Terakhir, kelemahan utama dari bahan ajar cetak adalah sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya yang mengalami kesulitan memahami bagian tertentu dari bahan ajar cetak tersebut, dan sulit memberikan umpan balik untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, yang memiliki banyak kemungkinan jawaban atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban komples dan mendalam.

Yang termasuk kategori jenis bahan ajar cetak meliputi:

1. Modul

Terdiri dari bermacam-macam bahan tertulis yang digunakan untuk belajar mandiri.

2. Handout

Merupakan macam-macam bahan cetak yang dapat memberikan informasi kepada siswa. Handout ini biasanya berhubungan dengan materi yang diajarkan. Pada umumnya handout ini terdiri dari catatan, tabel, diagram, peta dan materi-materi tambahan lainnya.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Termasuk di dalamnya adalah lembar kasus, daftar bacaan, lembar praktikum, lembar pengarahan tentang proyek dan seminar, lembar kerja, dan lain sebagainya. LKS ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam situasi pembelajaran.

(Referensi: Pengembangan Bahan Ajar, Ida Malati Sadjati, M. Ed.)

Peran Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Individual Dan Kelompok (Penjelasan Terlengkap)

thumbnail
loading...
Peran Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Individual dan Kelompok
Peran Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Individual Dan Kelompok - Bagaimana peran bahan ajar dalam pembelajaran individual dan kelompok? Simak penjelasan di bawah ini.

Peran bahan ajar dalam pembelajaran individual

Pembelajaran individual ditandai dengan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa dibandingkan guru (learner centered vs teacher centered). Metode pembelajaran individual dirancang untuk kebutuhan masing-masing siswa secara individual, yang berbeda cara dan kecepatan belajar siswa yang satu dengan yang lain. Pembelajaran individual ini dapat berupa text based seperti yang biasa dipakai dalam corespondence study sampai dengan cara terbaru yang menggunakan A/V dan computer based.

Dalam pembelajaran individual ini, guru berperan sebagai produser dan atau manajer dari sumber belajar atau sebagai tutor atau pembimbing belajar siswa. Di lain pihak, bahan ajar berperan sangat beragam tergantung dari metode pembelajaran individual yang dipakai.

Peran bahan ajar dalam pembelajaran individual lebih bersifat sebagai bahan utama dan sangat menentukan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan bahan ajar individual/mandiri ini tidak berisi informasi tentang hal-hal yang harus dipelajari siswa, namun jufa harus tersusun dengan baik dan mampu mengontrol kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, bahan ajar untuk pembelajaran individual harus dirancang dan dikembangkan dengan sangat hati-hati dibanding dengan bahan ajar yang berperan sebagai penunjang saja.

Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mengembangkan bahan ajar untuk pembelajaran individual ini diperlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan pengembangan bahan ajar untuk jenis pembelajaran lainnya. Hal tersebut dikarenakan bahan ajar individual atau mandiri harus dikembangkan menurut kaidah-kaidah tertentu, seperti harus bersifat mampu membelajarkan siswa secara mandiri, berisi semua materi pelajaran secara lengkap, berdiri sendiri, tidak tergantung pada bahan atau materi pelajaran lainnya serta dikemas dalam bentuk yang terlepas-lepas sehingga memudahkan siswa untuk menentukan sendiri materi pelajaran mana yang akan dipelajarinya terlebih dahulu serta memudahkan untuk dibawa ke mana-mana.

Dalam pembelajaran individual, bahan ajar dapat berperan sebagai:

  1. Media utama dalam proses pembelajaran, misalnya bahan ajar cetak, atau bahan ajar cetak yang dilengkapi dengan program audio visual maupun komputer
  2. Alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi
  3. Penunjang media pembelajaran individual lainnya, misalnya siaran radio, siaran televisi dan lain-lain

Bahan ajar yang sering dimanfaatkan untuk pembelajaran individual ini antara lain adalah bermacam-macam bahan cetak dan noncetak, seperti materi pokok, panduan belajar siswa, catatan terstruktur, materi teks terpogram, program audio, program video, program audio video, program komputer dan lain-lain.

Peran Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Kelompok

Metode pembelajaran kelompok didasarkan pada humanistic psycology yang menekankan pada cara orang berinteraksi dalam kelompok kecil dengan menggunakan pendekatan dinamika kelompok. Ketika metode ini digunakan dalam situasi pembelajaran, pada umumnya metode ini tidak membutuhkan perangkat keras yang dirancang khusus, dan dalam beberapa hal sangat sedikit membutuhkan bahan ajar dalam bentuk tertulis seperti booklet, lembar panduan diskusi, buku kerja dan lain-lain. Penekanannya justru diletakkan pada pendekatan dan teknik yang digunakan daripada perangkat keras dan bahan belajarnya.

Peran guru dalam pembelajaran kelompok ini adalah sebagai pengelola proses pembelajaran dan fasilitator. Adapun peran bahan ajar lebih bersifat sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri. Di samping itu, bahan ajar juga digunakan sebagai bahan pendukung bahan belajar utama serta dirancang sedemikian rupa sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.

Bahan ajar yang biasa digunakan untuk pembelajaran kelompok ini bermacam-macam bahan ajar cetak beserta duplikatnya yang berkaitan langsung dengan cara belajar berkelompok ini. Contohnya bahan ajar yang berisi tentang daftar bahan bacaan, lembar pembelajaran, lembar data, paket bahan belajar kelompok, yang di dalamnya berisi bahan ajar cetak, kaset audio/video dan lain-lain.

(Referensi: Pengembangan Bahan Ajar, Ida Malati Sadjati, M. Ed.)